Aksi puluhan peternak sapi dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang membuang susu hasil panen merek viral di pemberitaan. Peristiwa ini terjadi karena pembatasan kuota penerimaan pasokan susu dari peternak dan pengepul susu, oleh pabrik atau Industri Pengelohan Susu (IPS).
Di kawasan Simpang Lima Boyolali kota, Jumat 8 November 2024, beberapa peternak sapi dan pengepul susu membagikan susu hasil panen mereka, hanya dalam waktu 15 menit, dibagikan kepada warga sekitar 500 liter susu langsung habis. Setelah itu, sekitar pukul 09.00 WIB, sekitar 30 orang pengepul dan peternak sapi mendatangi Kantor Dinas Peternakan, guna mengadukan permasalahan yang mereka alami. Stok susu yang tidak bisa dikirim mereka buang setelah meminta izin.
Sugianto, salah satu peternak dan pengepul susu, sekaligus menjabat sebagai Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KPSM) mengungkapkan, pembatasan kuota ini terjadi sejak september 2024, dari 1000 liter/hari menjadi 250 liter/hari. Pihaknya mengungkapkan, dua pekan terakhir ini, sudah 33 liter atau 30 ton susu terbuang cuma-cuma. Pihaknya menduga pembatasan ini terjadi karena pemerintah mengambil kebijakan impor susu, untuk memenuhi kebutuhan nasional. Padahal menurut Sugianto kebutuhan nasional bisa dipasok dari peternak lokal. Harapan Sugianto, daripada impor, pemerintah harusnya lebih memikirkan lagi peternak dan produsen susu lokal atau dalam negeri. 8/11/24(www.tempo.co)
Kebijakan impor yang dilakukan oleh pemerintah diduga menjadi sebab peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu sapi. Selain itu juga ada penyebab lain, menurunnya penerimaan susu oleh IPS. Kondisi ini jelas merugikan para peternak sapi. Negara seharusnya melindungi nasib peternak melalui kebijakan yang berpihak pada peternak, baik dalam hal menjaga kualitas dan mutu susu sapi maupun dalam menampung hasil susu.
Kebijakan impor diduga ada keterlibatan para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu. Inilah salah satu kebijakan buruk dalam sistem kapitalisme, karena berpihak pada pengusaha. Kebijakan ini hanya menguntungkan sebelah pihak yang menjadi rantai impor susu. Adanya kebijakan impor ini menunjukkan adanya liberasi pangan dan liberasi ini di mulai pada tahun 1995 pada waktu Indonesia meratifikasi Perjanjian WTO (World Trade Organization) dimana Indonesia diwajibkan secara bertahap meliberalisasi pasar.
Liberasi pangan semakin parah dengan disahkannya UU Cipta kerja. Pada pasal 14 UU 18/2012, yang berbunyi bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Apabila belum mencukupi, impor adalah solusi untuk terpenuhinya pangan sesuai kebutuhan. Akan tetapi, kemudian pasal UU Cipta kerja ini direvisi, kalau sumber penyediaan pangan ini ada tiga, yaitu cadangan pangan nasional, produksi dalam negeri, dan impor. Dengan direvisinya pasal ini impor bisa dilakukan kapan saja tanpa menunggu kekurangan stok dalam negeri. Pemerintahkan melupakan narasi "Pakailah Produk Dalam Negeri".
Sejatinya negara harus mandiri tidak bergantung pada kebijakan asing, negara semestinya mampu berdiri tegak di atas kaki sendiri. Contohnya dalam pembangunan infrastruktur harusnya dana dari pemasukan/kas negara bukan dari investasi asing atau dana pinjaman dari luar negeri. Begitupun untuk kebutuhan pangan nasional berasal dari SDA dalam negeri bukan impor pangan dari luar negeri. Seandainya SDA dikelola sendiri, hasilnya dikembalikan dan dikembangkan untuk kemaslahatan rakyat, negeri kita ini kaya dengan segala SDA nya dan rakyatnya hidup makmur sejahtera.
Ketergantungan ini karena penerapan sistem kapitalisme, SDA dieksploitasi dan diliberalisasi demi kepentingan kapitalis dan Indonesia hanya berpuas diri dengan label "negara berkembang" yang disetir kebijakan global kapitalis.
Sedang dalam Islam, negara secara mandiri akan memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada, dan hal ini mencegah merebaknya orang-orang yang mencari untung di tengah penderitaan rakyat. Sistem Islam menyolusi dengan syariat demi mewujudkan kemaslahatan umat.
Dengan penerapan sistem Islam, kepemilikan SDA akan dikembalikan kepada rakyat pemilik kekayaan umum sesungguhnya, dimana negara yang mengelola dan hasilnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Impor dalam sistem Islam tidak dilarang tetapi kebijakan tersebut bukan solusi satu-satunya dalam menyelesaikan setiap persoalan. Negara akan memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan segala upaya dan mengoptimalkan daya, upaya dan potensi yang ada dalam negeri. Wallahu'alam bishawab
Penulis : Yuli Yana Nurhasanah
Posting Komentar