Wakil Rakyat, Benarkah Untuk Melayani Rakyat?


Oleh :  Ani Hanifah


Telah resmi dilantik sebanyak 580 anggota dewan untuk masa jabatan periode 2024-2029. Dari berbagai partai politik, mereka berkompetisi adu gagasan untuk memenangkan kursi dalam pemilihan umum. Mereka mempunyai tugas utama dalam mensejahterakan rakyat. Mereka memiliki hak untuk mengajukan, membahas, hingga mengubah serta mengesahkan undang-undang. 


Dilansir dalam laman tirto.id, sejumlah anggota DPR terpilih diketahui memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan para pejabat publik, para elit politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya. Relasi kekerabatan anggota DPR terpilih periode 2024-2029 beragam; mulai dari suami-istri, anak, keponakan, dan lain sebagainya. Hubungan kekerabatan vertikal tercatat yang paling banyak. Yakni, caleg terpilih merupakan anak jabatan. Misalnya, anak anggota DPR atau mantan anggota, gubernur atau mantan gubernur, bupati, walikota, dan lain sebagainya.


Fenomena seperti ini tentu harus dikritisi. Pasalnya, indikasi politik dinasti masih kental melekat pada DPR periode 2024-2029. Alih-alih demi kepentingan rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat, malah justru suara rakyat nyata-nyata sekedar penggembira pesta demokrasi. Rakyat dianggap tidak penting, sedangkan yang dianggap penting adalah para pengusaha pemilik hajatan politik demokrasi. 


Belum lagi tunjangan rumah dinas anggota DPR mencapai 50 juta perbulan perorang. Tentu hal ini menuai kritik, sebagaimana tanggapan dari pengamat Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Kerus ia menilai, para anggota DPR ini semestinya bertahan dengan rumah dinas yang telah disediakan, demi menghemat anggaran negara. Sebab, tidak lama lagi mereka akan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. (kumparan.com)


Diketahui pula, bahwa DPR adalah wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat 

Namun, fakta yang terjadi hari ini, fungsi dan tugas DPR bukan lagi melayani rakyat, melainkan mereka justru melayani dirinya sendiri demi kepentingan dan keuntungan pribadi. Sehingga rakyat hanya diiming-imingi dengan janji-janji palsu mereka. Terlebih saat ini tidak ada partai oposisi, melainkan partai koalisi. 


DPR dalam sistem Demokrasi dipilih bukan berdasarkan atas kredibilitas maupun integritas dalam dirinya, ataupun atas suara rakyat, melainkan mereka dipilih atas dasar kekayaan pribadi atau jabatan dalam mekanisme politik transaksional.

Dari sini sudah jelas, bahwa mekanisme pemilihan anggota DPR dalam sistem Demokrasi sudah salah kaprah. Maka tidak heran jika mereka menyalahgunakan kekuasaan demi meraih keuntungan pribadi mereka. 


Hal ini sangat berbeda dengan mekanisme perwakilan suara rakyat dalam sistem Islam. Wakil rakyat dalam sistem Islam akan sepenuh hati menjalankan amanahnya sebagai wakil rakyat sekaligus pelayan umat. Ia akan membuat kebijakan berdasarkan Al-Qur'an dan Sunah, serta semata ditujukan untuk terpenuhinya kebutuhan umat. Kecintaannya pada umat melahirkan ikatan yang sangat kuat antara rakyat dan wakil rakyat. 


Perwakilan dalam sistem Islam ada struktur yang bernama majelis umat, yang bertugas untuk memberikan pendapat, mengoreksi kepada para pejabat pemerintah, karena mereka merupakan wakil rakyat dalam melakukan muhasabah ( mengoreksi) dan syura (musyawarah). Keanggotaan dalam majelis umat, mereka dipilih berdasarkan representasi umat. Mereka tidak berani memanfaatkan kekuasaan demi meraih keuntungan dunia semata, tidak seperti yang dilakukan oleh para anggota DPR dalam sistem Demokrasi saat ini. Karena itu para anggota dalam majelis umat mereka lebih takut akan balasannya di akhirat kelak maupun di dunia.


Mereka memahami bahwa dunia dan seisinya hanya bersifat temporal. Mereka tidak ingin menghinakan dirinya sendiri dengan mengikuti hawa nafsunya. Bahkan mereka tidak akan pernah melirik sedikit pun keuntungan lebih dari kekuasaan tersebut


Maka apabila kita cermati realitas para anggota majelis umat dalam sistem Islam, sungguh sangat jauh berbeda dengan para anggota DPR dalam sistem Demokrasi. Pemimpin dalam sistem Islam yakni Khilafah akan senantiasa memberikan motivasi para anggota majelis umat untuk senantiasa fokus pada riayatul syuunil ummah (mengurusi urusan umat), sekaligus memotivasi untuk muhasabah lil hukam (mengoreksi penguasa).


Demikianlah perbedaan antara dua sistem di atas. Maka hanya Islamlah yang patut kita perjuangkan dalam dakwah menyebarkan opini-opini Islam menjadi opini umum, hingga akhirnya Islam tegak secara total dan sempurna. Wallahu 'alam.

Labels:

Posting Komentar

[facebook]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.