Oleh Eviyanti
Pendidik Generasi dan Pegiat Literasi
Kebutuhan dasar setiap individu, salah satunya adalah rumah. Dan bukan hanya memiliki rumah saja, masyarakat pun membutuhkan rumah yang aman dan nyaman sebagai tempat berlindung (berteduh dari panas dan dingin), serta menjaga kehormatan. Namun saat ini, banyak masyarakat yang masih antre mendapatkan hunian yang layak, dan bahkan tidak sedikit keluarga yang tinggal di rumah yang tidak layak huni. Seperti yang dikutip oleh media online detikfinance.com, pada hari Rabu (04-12-2024), Nyaris 11 juta keluarga masih antre dapatkan rumah layak, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hashim Djojohadikusumo sebagai Ketua Satgas Perumahan. Diambil dari sumber yang sama, beliau menyebutkan sebanyak 27 juta keluarga yang tinggal di rumah yang tidak layak huni seperti di rumah-rumah berupa gubuk.
Miris memang kita mendapati fakta hari ini. Di mana memiliki rumah layak masih menjadi impian jutaan keluarga. Belum terpenuhinya kebutuhan rumah yang layak oleh sebagian masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti melambungnya harga tanah dan rumah. Meski pemerintah memberikan subsidi dalam pembangunan hunian, tapi harganya tetap mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat. Serta lokasinya seringkali jauh dari pusat perekonomian dan sosial.
Semua ini terjadi disebabkan oleh tata kelola perumahan yang diatur berdasarkan kapitalisme. Di mana dalam sistem ini, negara berperan sebagai regulator yang memuluskan pihak swasta untuk mengendalikan pembangunan perumahan rakyat agar mendapatkan untung (kapitalisasi). Kebutuhan memiliki rumah dalam sistem ini, menjadi tanggung jawab individu. Hal ini menunjukkan bahwa negara abai atas kondisi rakyat yang lemah dan miskin. Namun, narasi yang digunakan seolah-olah negara sedang bekerja memenuhi kebutuhan rakyatnya akan rumah layak.
Gaya kepemimpinan populis seperti ini lahir dari sistem kapitalis yang jauh dari fungsi riayah dan tidak memiliki dimensi ruhiyah. Ini menjadi bukti abainya negara terhadap peran utamanya sebagai raa’in (pengurus rakyat). Sungguh sistem ini telah melahirkan pemimpin yang tidak peduli pada rakyatnya. Puluhan juta rakyat yang kesehatan dan nyawanya terancam akibat tidak memiliki hunian yang layak, tidak menjadi perhatian serius.
Kondisi berbeda terjadi dalam negara yang menerapkan Islam kafah, karena memiliki konsep dan pengaturan pengelolaan perumahan yang jika diterapkan secara kafah meniscayakan rakyat dapat mengakses rumah yang layak. Islam memandang negara adalah pihak yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya menjamin pemenuhan kebutuhan hunian rakyat, sehingga seluruh rakyat menjangkaunya. Adapun yang kesulitan secara ekonomi, negara akan memberikannya secara gratis atau cuma-cuma.
Negara memastikan setiap individu memiliki hunian layak, diantaranya nyaman, aman, memenuhi aspek kesehatan, harga terjangkau, dan syar’i. Hal ini niscaya karena penguasa muslim berfungsi sebagai raa'in dan sistem hidup yang diterapkannya (yakni syariat Islam kafah) merupakan sistem hakiki yang berasal dari Sang Pencipta.
Wallahualam bissawab
Posting Komentar