Oleh : Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi)
Upaya pemerintah untuk memberantas judi online di Indonesia makin jauh dari kenyataan yang diharapkan. Di tengah gencarnya kampanye dan semangat pemerintah untuk memberantas perjudian, muncul informasi mengejutkan.
Pejabat negara yang mengemban tanggung jawab ini justru memperkaya diri dengan memanfaatkan kewenangannya untuk mendukung industri perjudian. Sebelas orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana perjudian online yang melibatkan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Para pegawai ini telah melibatkan delapan operator untuk mengelola 1.000 situs perjudian online dan memastikan situs-situs tersebut tidak terblokir (Kompas.com, 11/01/2024).
Berbagai upaya pemberantasan judi online akhir-akhir ini telah menyorot ironi yang menyakitkan bagi masyarakat. Alih-alih menyelesaikan masalah, berbagai inisiatif ini justru menjadikan misi pemberantasan perjudian sebagai khayalan belaka.
Situasi ini menggarisbawahi adanya krisis moral dalam birokrasi yang beroperasi di bawah sistem yang seolah-olah memfasilitasi penyalahgunaan wewenang. Ini menggambarkan kesulitan nyata dalam memerangi perjudian dalam batasan sistem kapitalis sekuler.
Kegagalan Kapitalis Sekuler dalam Menangani Perjudian
Dalam sistem yang didirikan atas kapitalisme prinsip-prinsip panduan tidak lagi didasarkan pada apa yang halal dan haram. Sebaliknya, prinsip-prinsip tersebut berputar di sekitar manfaat, bunga, dan laba, yang memungkinkan terciptanya lingkungan yang melegitimasi semua metode untuk keuntungan pribadi atau oligarki. Dalam lanskap kapitalis saat ini, fokus pada kekayaan dan kekuasaan lebih diutamakan daripada pertimbangan etika.
Sistem ini telah menyebabkan munculnya sekularisme, yang memisahkan pedoman agama dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya, praktik-praktik yang merugikan masyarakat, seperti perjudian, telah berkembang pesat, sementara nilai-nilai moral dan etika agama menghadapi peningkatan marginalisasi. Mereka yang seharusnya menegakkan keadilan, secara paradoks, terlibat dalam kegiatan kriminal.
Akibatnya, standar moral menjadi tidak terkendali. Selain itu, keadaan saat ini bukanlah kejadian baru. Diakui atau tidak, sebagian besar negara di seluruh dunia saat ini beroperasi di bawah model kapitalis sekuler yang memprioritaskan kekayaan dan kekuasaan materi sebagai titik fokus eksistensi dan ambisi. Realitas ini menumbuhkan pola pikir pragmatis yang merasionalisasi dan melegitimasi semua cara untuk mendapatkan keuntungan finansial.
Lebih jauh lagi, hukum yang melekat dalam sistem ini sering kali tidak memiliki kekuatan untuk mencegah pelanggar secara efektif. Ketika sistem hukum suatu negara lemah, dan entitas sekuler mendikte perilaku individu, upaya untuk memberantas perjudian menjadi tidak lebih dari sekadar ilusi yang jauh dari kenyataan.
Islam Sebagai Solusi Pemberantasan Perjudian
Dalam perspektif Islam memberikan pendekatan tersendiri dalam menangani perjudian. Islam memberikan solusi yang kuat dan menyeluruh yang bertujuan untuk memberantas perjudian dari akarnya. Dalam sistem Islam, perjudian dipandang sebagai tindakan yang sepenuhnya dilarang, tergolong sebagai salah satu dosa besar yang mengancam tidak hanya moralitas tetapi juga stabilitas masyarakat.
Sebagaimana Allah SWT nyatakan dalam Al-Quran: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minuman keras), perjudian, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi dengan anak panah, semuanya itu adalah perbuatan-perbuatan yang keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma'idah: 90)
Islam tidak hanya melarang perjudian. Islam secara aktif menentangnya. Untuk mengekang perjudian secara efektif, Islam membangun mekanisme yang terdiri dari tiga pilar dasar. Pilar pertama adalah upaya untuk menumbuhkan ketakwaan individu, yang dibina melalui sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam yang menyeluruh secara efektif membentuk individu, membantu menempa identitas Islam yang khas.
Melalui hal ini, seorang muslim menjadi sadar dan memahami pentingnya menaati aturan-aturan Allah SWT. Individu-individu seperti itu cenderung untuk menghindari, menjauhi, dan meninggalkan perilaku-perilaku berdosa dan semua larangan yang ditetapkan, termasuk perjudian. Peran pendidikan Islam sangat penting dalam memelihara karakter Islam sejak usia dini dan dalam membina individu-individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
Pilar kedua melibatkan kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat. Islam menganjurkan peran aktif masyarakat dalam mencegah segala bentuk pelanggaran dengan menerapkan prinsip amar makruf nahi munkar. Inisiatif ini berfungsi sebagai barikade moral dan mekanisme pengawasan sosial. Tentu saja, ini akan berkontribusi secara signifikan untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari dosa.
Pilar ketiga adalah penegakan hukum oleh negara, disertai dengan hukuman yang ketat dan jera bagi para pelanggar. Dalam sistem Islam, merupakan tugas negara untuk menegakkan hukum dengan hukuman yang ketat. Sanksi-sanksi ini dimaksudkan tidak hanya untuk mencegah pelanggaran tetapi juga untuk menjadi pencegah bagi para pelaku kejahatan, termasuk mereka yang terlibat dalam perjudian.
Penegakan hukum berlaku secara universal, tanpa kecuali bagi individu biasa atau pejabat negara. Dengan demikian, hal ini menghilangkan kemungkinan penyalahgunaan wewenang atau celah hukum yang dapat mengakibatkan pelanggaran. Ketiga pilar ini dirancang untuk saling memperkuat, menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk kembali ke hukum Islam, karena Islam dapat menjaga martabat manusia dengan lebih baik dari sistem sekuler.
Wallahu A'lam Bissawab.
Posting Komentar