Penulis : Siti Supatmiati
Memasuki tahun 2025, masyarakat sudah harus bersiap untuk menghadapi kebijakan pemerintah menaikan pajak sebesar 12 %. Berbagai penolakan sudah dilakukan terhadap kebijakan ini, namun pemerintah tidak bergeming sedikitpun. Walaupun saat ini masyarakat sedang mengalami krisis ekonomi. Bahkan apabila kebijakan ini akan tetap diteruskan perekonomian masyarakat akan semakin terpuruk. Dimana masyarakat ekonomi menengah akan menjadi miskin dan yang miskin akan semakin miskin.
Ada berbagai alasan yang diberikan oleh pemerintah dalam hal kenaikan pajak sebesar 12 persen. Sebagaimana diungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlanga, dalam konferensi pers pengumunan paket ekonomi 2025, yang menyebutkan bahwa program menaikan pajak sebesar 12 persen yang akan berlaku tanggal 1 Januari dapat untuk meningkatkan APBN, sehingga dapat mendukung prgram prioritas Prabowo. Di samping itu, program infra struktur, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, dan juga program terkait dengan makan bergizi. (Jakarta, Beritasatu.com, 16 Desember 2024).
Berbagai aksi penolakan dilakukan masyarakat untuk menentang kenaikan PPN sebesar 12 persen ini. Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat sipil yang dipimpin oleh Risyad. Aksi tersebut dilaksanakan di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, dengan petisi yang ditandatangani oleh 113 orang secara online. Menurut Risyad aksinya tidak sebatas pada aksi langsung tapi kampanye melalui media sosial. (Beritasatu.com 20 Desember 2024).
Berbagai aksi yang dilakukan masyarakat, tidak membuat pemerintah mencabut kebijakannya untuk menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemerintah seperti tidak melihat bagaimana krisis perekonomian yang sedang dialami oleh masyarakat saat ini. Pemerintah akan tetap menaikan pajak.
Kebijakan pemerintah menaikan pajak sebesar 12 persen, merupakan buah dari penerapan sistem Kapitalis. Dimana sistem ini berasaskan demokrasi dengan empat pilar kebebasan. Sistem ini senantiasa bertujuan untuk mendapatkan materi yang sebesar-besarnya. Para penguasa dalam sistem ini sebagian adalah pengusaha (ologarki). Sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkannya senantiasa mendatangakan keuntungan baik bagi pemerintah maupun bagi para oligarki.
Adanya paham kebebasan dalam sistem ini, menjadikan pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya sepenuhnya dikelola negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, dapat dikelola bahkan dimiliki oleh individu maupun pihak swasta yang mengelolanya. Sehingga hasil keuntungan pengelolaan sumberdaya sebagian besar diambil oleh swasta, sehingga pada akhirnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mengalami penurunan. Untuk menutupi kekurangan tersebut, pemerintah berupaya dengan menambah pinjaman luar negeri, dan meningkatkan pungutan pajak pada masyarakat. Akibatnya rakyatlah yang menjadi korban atas kebijakan pemerintah ini. Sehingga sangat sulit untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam sistem Kapitalis ini.
Sungguh berbeda pengelolaan perekonomian dalam Islam dengan Sistem Kapitalis. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan berdasarkan pada syariat Islam, termasuk didalamnya mengatur perekonomian masyarakat. Dalam Islam yang menjadi sumber pendapatan negara adalah dari hasil pengelolaan sumber daya alam dan juga baitul mal.
Dalam sistem Islam sumber daya alam dikelola oleh negara, dimana hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW bahwa "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput dan api (H.R Muslim).
Apabila terjadi kekurangan anggaran pendapatan negara, maka untuk menutupinya negara mengambi dari baitul mal. Dan jika masih mengalami kekurangan maka diambil dari pungutan yang dilakukan terhadap orang-orang kaya, dan dari hasil jizyah yaitu pajak yang disetorkan oleh kafir dzimmi. Kafir dzimmi adalah orang kafir yang mau mengikuti aturan pada pemerintah Islam.
Dengan sistem perekonomian yang diatur dengan syariat Islam, masyarakat dapat hidup dengan sejahtera. Seluruh kebutuhan masyarakatnya dapat terpenuhi dengan baik. Pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya dilakukan oleh negara tidak oleh individu maupun swasta. Sehingga keuntungan sepenuhnya milik negara untuk kesejahteraan rakyatnya.
Pemimpin dalam sistem Islam berfungsi sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi masyarakat, sehingga senantiasa memperhatikan seluruh kebutuhan rakyatnya. Pemimpin dalam sistem Islam tidak akan mengeluarkan aturan atau kebijakan yang dapat memberatkan rakyatnya.
Dengan menjalankan seluruh aspek kehidupan sesuai dengan aturan Allah SWT, maka Allah SWT akan menurunkan berkahnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Araf ayat 96 "Jikalau sekiraya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya".
Allahu'alam bishshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar